Seperti yang sudah kita pelajari waktu kita SD bahwa culture stelsel merupakan penyiksaan terhadap Belanda terhadap Indonesia untuk menanam tanaman yang diinginkan oleh bangsa Belanda. Tanam paksa mungkin ketika dipikirkan sangat erat dengan kekerasan atau “pecutan” dari bangsa Belanda terhadap bangsa kita terutama kaum petani.
Coba sekarang kita berpikir. Apakah sekarang masih anak SD yang harus selalu percaya dengan apa yang dikatakan Bapak/Ibu Guru kita di depan kelas. Tentu saja tidak kan ? Kita berhak untuk mengetahui kebenaran yang terjadi di belakang tiap peristiwa.
Ok, yang kita tahu : culture stelsel adalah undang-undang yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda yang mewajibkan rakyat Indonesia menanam tanaman komoditi perkebunan, yang berlangsung sejak 1830-1970. Kenyataannya: Memang benar tanam paksa diadakan pada tahun sekitar itu, tetapi culture stelsel bukan berarti tanama paksa, melainkan aturan tanam baru yang dikeluarkan Belanda. Jadi istilah tanam paksa itu keluar dari kaum kita.
Begini ceritanya:
Pada masa tahun 1830-1870, petani yang menanam tanaman di Indonesia (khususnya Jawa), sebagian hasilnya wajib diberikan pada raja dan sebagiannya lagi wajib diberikan pada pihak Ratu Belanda. Ternyata ada masalah yang timbul pada pihak Belanda, yaitu:
- Masalah jenis barang yang dikirimakan
Orang Indoneisa pada waktu itu tahunya padi dan ketela. Padahal ini tidak cocok dengan budaya Belanda yang biasa makan roti dan jagung. Ini menimbulkan masalah di pihak Belanda, yaitu mereka tidak mendapatkan suplia barang yang cocok dengan keinginan mereka.
- Jumlah barang
Orang Indonesia pada waktu itu, dahulunya tidak memiliki aturan untuk menanam apa saja, pokonya tanam, hasilnya diberikan pada raja dan pihak Belanda apapun jenis tanamanya. Nah, ini membuat pihak Belanda mendapatkan barang yang mereka butuhkan dalam jumlah yang sedikit karena pihak Indonesia tidak selalu menanam apa yang mereka perlukan secara massive (besar-besaran). Lagipula hasil yang mereka dapat masih harus dibagi dengan pihak raja yang menduduki wilayah pertanian tersebut.
- Masalah lama penyerahan
Seperti yang kita tahu bahwa dahulu jarak antar lautan ditempuh dengan menggunakan kapal dan ini membutuhkan waktu yang lama. Tentu saja ini menyebabkan stok barang yang didapatkan Belanda datangnya lambat. Ditambah dengan kedua masalahyang dikatakan di atas, sudah lama, barangnya tidak cocok dengan pihak Belanda, dan juga sedikit. Sudah lengkap penderitaan mereka!
Untuk mengatasi masalah ini, maka pihak Belanda mengadakan cultrue stelsel yang artinya aturan tanam baru. Aturan ini berisi mengenai jenis tanaman yang harus ditanam dan jumlah minimalnya. Ternyata pengadaan aturan baru ini diikuti dengan semacam sayembara yang berisi bahwa hasil yang melebihi semestinya (jumlah minimal) akan mendapat hadiah dari pihak Belanda.
Pada waktu itu, petani Indonesia sudah memiliki mandor seperti sekarang. Mandor-mandor itu menjadi serakah dan mengejar hadiah yang ditawarkan oleh Belanda. Otomatis dengan jumlah minimal yang harus disetorkan, maka otomatis pengerjaan lahan harus efektif. Tentu saja yang terkena dampaknya adalah pihak petani yang mengerjakan lahan. Mereka dipaksa untuk bekerja lembur dan menanam tanaman baru yang diberikan oleh Belanda. Tentu saja pihak petani kesal dengan pemaksaan para mandor, sehingga mereka mengeluarkan kata-kata baru untuk aturan ini, yaitu TANAM PAKSA.
Setelah kita ketahui kebenaran tentang apa yang sebenarnya terjadi, maka kita dapat berpikir lebih kritis terhadap apa yang sebenarnya terjadi. Pertama kenapa pihak petani mengatakan sebagai tanam paksa? Salah satu jawabannya adalah bahwa mereka tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi antara mandor dengan pihak Belanda. Seperti sekarang juga, tidak semua orang kecil tau mengenai tentang akar konflik yang sebenarnya terjadi danhanya menghujuat saja. Kedua: Tetapikenapa Indonesia tetap menerbitkan buku-buku sejarah yang menyatakan bahwa tanam paksa itu selalu kejam, apdahal sebenarnya kenyataanya yang kejam adalahmandor dari pihak Indonesia itu sendiri? Jawabannya adalah untuk menaikkan nasionalisme bangsa Indonesia atau yang sering disebut dengan cinta tanah air. Dengan mengetahui penderitaan yang terjadi pada pihak Indonesia yang “dilakukan oleh Belanda”(padahal sebenarnya mandor Indonesia sendiri), maka kaum muda diharapakan agar bisa semakin mencintai tanah airnya dan berusaha lebih keras dalam belajar, sehingga tidak menjadikan pihal Indonesia sebagai pihak yang bodoh dan selalu terjajah. Ketiga: Apakah culture stelsel iniselalu merugikan? Jawabannya adalah TIDAK! Dengan cultuire stelsel ini, Indonesia jadi mempunyai variasi tanaman yang semakin beragam, seperti jagung, coklat, dan teh. Selain menambah jenis tanaman yang baru, Indonesia jadi tahu bagaimana atau teknik menanam tanaman-tanman baru itu.
0 comments:
Post a Comment